Beranda | Artikel
Objek Penyaluran Zakat Atau 8 Golongan Penerima Zakat
Kamis, 21 Mei 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi

Objek Penyaluran Zakat Atau 8 Golongan Penerima Zakat adalah ceramah agama dan kajian Islam ilmiah yang  disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Kamis, 28 Ramadhan 1441 H / 21 Mei 2020 M.

Kajian Ilmiah Tentang Objek Penyaluran Zakat Atau 8 Golongan Penerima Zakat

Di dalam surat At-Taubah ayat yang ke-60 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّـهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿٦٠﴾

Sesungguhnya zakat-zakat itu (1) untuk orang-orang fakir, (2) untuk orang-orang miskin, (3) untuk amil zakat, (4) dan untuk orang-orang yang hatinya dibujuk, (5) untuk memerdekakan budak, (6) untuk orang-orang yang berhutang (artinya untuk membayar hutang), (7) untuk di jalan Allah, (8) Dan untuk musafir. Ini merupakan kewajiban dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah[9]: 60)

Zakat dalam ayat ini -menurut pendapat yang lebih kuat- adalah hubungan dengan zakat mal, karena zakat fitrah itu ada ikhtilaf antara para ulama apakah masuk pembagiannya ke dalam ayat ini atau tidak. Tetapi pendapat yang saya pilih yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa adapun zakat fitrah itu khusus pembagiannya untuk orang-orang miskin. Dan pendapat ini dipilih oleh Syaikh Albani Rahimahullahu Ta’ala. Bahwa zakat al-fitr itu untuk orang-orang miskin.

Dan ini didasari dengan hadits Ibnu Abbas, dimana Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Salalm mewajibkan zakat al-fitr -diantara hikmahnya- adalah untuk memberikan makan kepada orang-orang miskin.

Lihat juga: Kupas Tuntas Zakat Fitrah

Di sini, Allah Subhanahu wa Ta’ala langsung menjelaskan bahwa ada 8 asnaf (golongan) orang-orang yang boleh zakat itu disalurkan kepada mereka. Selain itu tidak sah penyalurannya.

1. Al-Fuqara’ & Masaakiin

Apa perbedaan antara al-fuqara’ dan masaakiin? Ulama menyebutkan banyak sekali perbedaan tentang makna dari fuqara’ dan masaakiin. Bahkan sampai 9 lebih perbedaannya. Tapi yang ma’ruf ada beberapa perbedaan.

Seperti Madzhab Syafi’i mengatakan bahwa al-fuqara’ (orang fakir) lebih membutuhkan dari pada orang-orang miskin. Ini pendapat yang pertama. Pendapat yang kedua kebalikannya dan ini pendapat Abu Hanifah. Bahwa orang miskin lebih membutuhkan dari orang-orang fakir. Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa tidak ada beda antara fuqara’ dan masaakiin. Juga ada pendapat lagi yang mengatakan bahwa kalau fuqara’ adalah orang yang miskin tapi tidak meminta-minta. Tapi kalau masaakiin, orang miskin tapi minta-minta.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin cenderung pada pendapat yang pertama, bahwa orang fakir ini lebih membutuhkan daripada orang miskin. Dan beliau menjelaskan perbedaannya kalau fuqara’ (orang fakir) adalah orang yang tidak punya apa-apa atau memiliki harta atau penghasilan yang kurang dari setengah kecukupan. Kalau orang miskin, dia punya penghasilan yang tidak mencukupi tetapi sudah setengahnya atau diatas setengahnya itu.

Contohnya seperti ini:

Ada seseorang bernama -misalnya- Budi. Dia memiliki gaji 2 juta. Kebutuhannya adalah 6 juta. Setengah dari 6 juta adalah 3 juta. Maka dia masuk dalam kategori fakir.

Contoh yang lain, seseorang bernama -misalnya- Iwan. Dia punya penghasilan setiap bulan 3 juta. Kemudian dalam sebulannya dia butuh 6 juta. Maka Iwan ini masuk kedalam kategori miskin.

Jadi yang mendapatkan setengah atau diatasnya tetapi tidak mencukupi, maka ini masuk kedalam kategori miskin. Kalau kurang dari setengah, maka masuk dalam kategori fakir. Ini yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin Rahimahullahu Ta’ala.

Maka zakat kita (khususnya zakat maal) kita berikan kepada mereka ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ…

Sesungguhnya zakat-zakat itu untuk orang-orang fakir dan untuk orang-orang miskin…

Ini yang pertama dan yang kedua.

3. Amil Zakat

Allah berfirman:

وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا

Diterjemahkan dengan amil zakat. Kita perhatikan lafadz “وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا”. Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin Rahimahullahu Ta’ala berkata bahwa Allah berfirman dengan kalimat على, bukan dengan فى. Perbedaannya sangat besar.

Kalimat على ada makna wilayah, kuasa. Artinya amil zakat adalah yang diberikan mandad, lisensi, izin, kuasa, dari waliyyul ‘amr. Maka Allah menggunakan kalimat على. Bukan والعاملون فيها (orang-orang yang bekerja membantu panitia zakat). Ini harus dibedakan antara amil zakat resmi dari pemerintah dengan yang tidak resmi. Karena ini ada hukumnya tersendiri. Jadi, amil zakat itu adalah amil yang resmi diangkat/mendapat lisensi dari waliyyul ‘amr.

Dan Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin Rahimahullah mencontohkan beberapa contoh. Diantara contoh yang akan saya sampaikan adalah seperti ini. Ini agar kita tahu bedanya dan hukumny juga beda.

Kalau ada di sebuah tempat yang dia dianggap oleh masyarakat sebagai sesepuh atau Ustadz. Lalu manusia menitipkan zakatnya kepada orang ini karena dianggap orang ini orang yang bisa dipercaya. Ketika dia memegang atau mengumpulkan zakat dari manusia, dia harus amanah dan dia harus sampaikan.

Kalau ada kasus ternyata zakat yang dititipkan itu rusak atau hilang, maka harus kita perhatikan. Seandainya rusaknya dan hilangnya karena kelalaian orang ini, maka orang ini harus mengganti. Karena harta tetap jaminan buat orang-orang fakir. Tapi kalau -qodarullah- misalkan hilang dan rusak tapi dia betul-betul menjaga, perhatian dan amanah, bagi Muzakki (yang mengeluarkan zakat) harus menggantinya. Ini hukumnya. Berbeda ketika Muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) memberikannya kepada badan amil zakat resmi yang diangkat oleh waliyyul ‘amr. Ketika hilang di sana, maka si Muzakki sudah terlepas tanggung jawabnya. Ini yang disebutkan dan dijelaskan oleh ulama, diantaranya Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin Rahimahullahu Ta’ala.

Tapi boleh apabila seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk menyampaikan zakatnya. Tapi hukumnya seperti ini.

4. Orang-orang yang hatinya lagi dibujuk

Allah berfirman:

وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ

“Orang-orang yang hatinya lagi dibujuk.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullahu Ta’ala menyebutkan bahwa الْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ ini ada dua jenis; ada dari orang kafir, ada dari orang muslim. Artinya orang kafir yang diharapkan keIslamannya bisa diberikan zakat, atau orang kafir yang hidup berbatasan dengan wilayah kaum muslimin yang dengan dikasih zakat maka dia tidak mengganggu kaum muslimin, ini juga kata ulama bisa dikasih zakat. Atau orang yang baru masuk Islam untuk menguatkan imannya dan agar orang-orang dibawahnya masuk Islam, ini juga bisa disalurkan zakat untuknya.

5. Untuk memerdekakan budak

Allah berfirman:

وَفِي الرِّقَابِ

“Dan untuk memerdekakan budak.”

Pembahasan tentang budak ini panjang kalau ana lihat dari yang disebutkan oleh para ulama. Tapi intinya adalah budak itu masuk kedalamnya untuk memerdekakan budak atau tawanan. Kesimpulan ini disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin Rahimahullah.

Jadi ketika ada budak -alhamdulillah di masa ini tidak kita jumpai perbudakan- yang dia ingin memerdekakan dirinya sendiri dengan membayar tebusan kepada tuannya. Kemudian tentu dia susah untuk membayarnya. Maka boleh diantara kita untuk salurkan zakat untuk dia. Ini yang pertama. Atau bisa juga membeli budak kemudian dimerdekakan. Atau -kata Syaikh Utsaimin- tahanan kaum muslimin yang ditahan oleh orang-orang kafir. Misalkan orang kafir berkata: “Kami akan lepaskan para tahanan ini dengan syarat kalian berikan tebusan.” Maka boleh kaum muslimin mengumpulkan uang zakat itu kemudian diberikan sebagai tebusan untuk dilepaskan kaum muslimin dari tahanan orang-orang kafir. Ini masuk kedalam وَفِي الرِّقَابِ.

Dan masuk kedalam masa sekarang -disebutkan Syaikh Utsaimin- bahwa makna وَفِي الرِّقَابِ adalah kejadian penyandraan atau penculikan yang mungkin dilakukan oleh oknum kaum muslimin sendiri yang dzalim.

6. Untuk membayar hutang

Allah berfirman:

وَالْغَارِمِينَ

“Untuk membayar hutang.”

Orang yang berhutang untuk melunasi hutangnya, ini boleh. Jadi dikeluarkan zakatnya untuk orang yang berhutang. Dan ulama menjelaskan bahwa orang yang berhutang itu ada dua jenis; (1) hutang untuk kemaslahatan orang lain yang besar, (2) hutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri.

Simak penjelasan yang penuh manfaat ini pada menit ke-19:40

Download mp3 Kajian Tentang Objek Penyaluran Zakat Atau 8 Golongan Penerima Zakat


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48476-objek-penyaluran-zakat-atau-8-golongan-penerima-zakat/